Add to cart

Semakin maju dunia kayaknya bikin kita jadi semakin konsumtif. Saya makin tersadarkan sama hal ini setelah menonton dokumenter di Netflix berjudul Buy Now! The Shopping Conspiracy di waktu senggang kantor. After taste setelah nonton ini gimana gitu ya, mixed feeling.

Ada rasa bersalah, marah, dan jujur aja, saya jadi merasa jadi faktor yang merusak bumi ini. Dokumenter ini bukan cuma menyoroti bagaimana kita berbelanja, tapi juga kenapa kita belanja — dan yang bikin mindblowing, ternyata alasan itu sering kali terjadi secara artifisial.

Film ini bukan dokumenter baru, dirilis menjelang Black Friday 2024 — momen tahunan di mana kita berbelanja dengan bar-bar seolah tidak ada hari esok. Tapi yang bikin agak tercengang adalah kenyataan bahwa hal ini tidak muncul secara natural. Semua ini bukan sekadar kebiasaan biasa. Ini sistem yang dirancang sedemikian rupa supaya membuat kita membeli dan mengkonsumsi barang-barang yang sebenarnya tidak kita butuh-butuh banget.

Tricked by science

Salah satu narasumber di film ini, Maren Costa — mantan desainer UX Amazon — bilang, “Kamu 100% sedang dimainin, dan ini semua berdasarkan ilmu.” Bayangkan, big corporation bahkan sampai melakuan riset mendalam untuk meneliti hal-hal kecil seperti menciptakan fitur one-click-buy atau warna tombol “Buy Now”. Tujuannya? Supaya men-trigger kita belanja tanpa berpikir dua kali.

Bukan cuma Costa yang buka-bukaan. Ada juga mantan eksekutif Adidas, mantan CEO Unilever, sampai teknisi handphone bercerita bagaimana barang-barang zaman sekarang memang sengaja didesain supaya lebih cepat rusak dan kalau sudah rusak, ya susah dibenerin. Tujuannya? Supaya kita beli yang baru dan membuang yang lama.

Dan ini bukan sekadar tentang belanja impulsif. Ini soal kontrol. Big corporation menciptakan sistem yang pelan-pelan mengontrol selera dan kebiasaan konsumsi kita. Tujuannya? Maximizing profit.

Di Buy Now! The Shopping Conspiracy, ada lima aturan penting untuk mencapai profit maksimal.

  1. Sell more => Continously making new, improved products
  2. Waste more => Planned obsolence, tanpa hak memperbaiki barang sendiri
  3. Lie more => Greenwashing, daur ulang apapun (seperlunya)
  4. Hide more => “Donasikan” sampah barang daur ulang ke negara dunia ketiga
  5. Control more => Kendalikan narasi, jaga image tetap baik

Kuasai kelima hal ini maka direksi dan pemegang saham akan mendapat value maksimal.

Saya juga bagian dari masalah ini

Yang paling nyesek bukan karena fakta-fakta yang diungkap, tapi karena saya akhirya sadar kalau saya ternyata juga jatuh dalam trik big corporation itu:

  • Saya sering banget pesen makanan yang dibungkus plastik — padahal dimakan di rumah.
  • Setiap pagi beli kopi — selalu pakai gelas sekali pakai.
  • Tiap dua minggu beli baju baru, terus buang yang lama cuma karena udah tidak muat.

Saya jatuh dalam jebakan mereka. Saya ikut menjadi “data point” buat mereka dalam menyempurnakan sistem ini. Saya adalah salah satu faktor yang membuat dunia makin penuh sampah.

Salah satu adegan paling mengganggu di film ini adalah saat menunjukkan pantai di Ghana yang penuh tumpukan baju bekas. Itu semua baju-baju yang awalnya cuma dipakai sekali dua kali di negara kaya, terus “didonasikan” ke negara lain. Imagine this case: penduduk Ghana ada 30 juta, sementara donasi pakaian yang dibuang ke Ghana ada 15 juta per minggunya. This is a real case btw.

Lingkaran setan konsumsi dan produksi

Buy Now! The Shopping Conspiracy ini menggambarkan konsumsi modern sebagai lingkaran setan: create demand, provide supply, sell more. Produksi berlebihan mendorong konsumsi berlebihan. Ujung-ujungnya? Ya uang. Banyak uang. Dan semua pihak dapat bagian.

Coba deh pikirin. Sekali kita klik “beli”, uang ngalir ke:

  • Brand dan pemegang saham
  • Agensi iklan
  • Pabrik (yang kadang menggaji murah)
  • Ekspedisi pengiriman
  • Marketplace
  • Tempat pembuangan akhir

Setiap klik, setiap swipe, setiap paket yang datang itu bagian dari sistem. Dan sistem ini tidak peduli sama product life cycle apalagi kelestarian alam — yang penting sales dan profit konsisten naik.

Ini bukan sistem yang rusak. Ini sistem yang jalan sesuai rencana.

Solusinya tidak keren, but works

Yang saya suka dari Buy Now! The Shopping Conspiracy adalah: dokumenter ini tidak menawarkan solusi ribet. Tanpa gimmick. Cuma satu pesan sederhana: buy less.

Kedengarannya sepele. Tapi justru itu yang bikin powerful.

  • Perbaiki barang yang rusak
  • pilih add to cart dan tunggu for a week. Jangan sentuh one-click-buy.
  • Tahan keinginan impulsif.
  • Tanya diri sendiri: “Ini butuh, atau cuma ingin?”

Bukan berarti kita harus hidup frugal dan minimalis, sih. Tapi jadi mindful. Karena kalau banyak orang mulai berhenti belanja secara membabi buta, perusahaan bakal merasakan dampaknya. Mereka bakal terpaksa berubah, karena kita menyerang what matters the most: their bottom line.

Konsumsi sebagai budaya

Lucunya, dokumenter ini yang menyindir budaya konsumsi ini tayangnya di Netflix — platform yang hidup dari produksi konten terus-menerus. Tapi ya mungkin itu justru pengingat, bahwa kita sekarang hidup di era di mana segala sesuatu harus selalu baru.

Dan dokumenter ini tidak berusaha menjadi idealis. Tidak sok menggurui. Cuma mengajak kita liat kenyataan, dan do something.

Mulai sekarang, tiap kali tangan ini gatel buka e-commerce buat beli barang yang sebenernya gak perlu-perlu amat, saya akan coba tahan. Bukan karena saya mendadak jadi peduli banget sama lingkungan, tapi karena saya ingin jadi satu orang yang tidak bikin bumi ini makin parah.

Dan mungkin — ya mungkin — itu awal dari perubahan kecil yang bisa berdampak besar. Semoga.

Category:

Up next:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *