Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering dihadapkan pada berbagai pilihan dan tantangan yang bisa membingungkan. Di tengah semua kebingungan ini, mengikuti jejak Yesus menjadi sebuah panduan yang tak ternilai harganya. Namun, penting bagi kita untuk tidak jatuh pada ajaran yang salah.
Kita mesti tetap waspada terhadap ajaran yang menyesatkan. Tapi tidak, saya tidak menulis blog post ini untuk berceramah. Saya menulis kalimat di atas karena relateable dan sebagai intro dari film The First Omen yang baru-baru ini saya tonton.
Jalan cerita
Karakter utama kita adalah Margaret Daino, seorang anak yatim piatu yang berkeinginan untuk melanjutkan hidupnya sebagai seorang biarawati. Setelah sebelumnya tinggal di Amerika, ia pindah ke Roma untuk mengabdi di Panti Asuhan Vizzardeli.
Setibanya di sana, Margaret disambut oleh Kardinal Lawrence, yang pernah mengasuhnya saat kecil. Suster Silvia, kepala panti asuhan, juga menyambutnya dan segera mengajak Margaret berkeliling untuk bertemu dengan biarawati lain dan anak-anak di sana.
Namun, Margaret tidak langsung diangkat menjadi biarawati. Ia perlu beradaptasi dan mengenal orang-orang di panti asuhan sebelum menjalani penahbisan.
Hari-hari awal Margaret berjalan dengan baik. Ia menjalani berbagai kegiatan dan berkenalan dengan banyak suster serta anak-anak perempuan di panti tersebut.
Adaptasi Margaret menjadi lebih mudah berkat bantuan teman sekamarnya, Luz Valez. Luz membantu Margaret agar tidak merasa canggung dan cepat terbiasa dengan lingkungan barunya.
Di tengah rutinitas sehari-harinya, Margaret sering mengalami halusinasi yang menakutkan serta mimpi buruk yang tak dapat dijelaskan.
Keanehan semakin terasa ketika ia melihat seorang anak bernama Carlita Scianna yang dikurung. Suster Silvia menjelaskan bahwa Carlita dihukum karena berkelakuan aneh dan dianggap sebagai perempuan yang buruk.
Suatu hari, keanehan dan kecurigaan Margaret mulai terungkap ketika ia bertemu dengan Pastor Brennan. Brennan memperingatkan Margaret tentang sebuah konspirasi di dalam gereja. Gereja mengalami masa kemunduran karena sekulerisme. Orang-orang jadi tidak percaya akan Tuhan. Gerejanya Margaret ingin membuat mereka bertobat. Tujuan yang sangat mulia tapi caranya salah, yaitu dengan “melahirkan” antikristus!
Hah!?
Yes, that’s true. The idea is to use antikristus untuk “menakuti orang-orang tersesat” sehingga mereka kembali menantikan kedatangan Yesus yang kedua kali.
Sosok antikristus ini mesti lahir dari seorang yang punya garis keturunan iblis. Dari awal durasi, saya dibawa curiga kalau Carlitalah yang dipersiapkan menjadi ibu dari si antikristus. Tapi ternyata tidak. Sosok ibu itu adalah Margaret!
Margaret ternyata sudah dipersiapkan sejak lama. Hidupnya dimanipulasi sedemikian rupa untuk menjadi “medium kebangkitan” bagi antikristus.
Mengetahui fakta ini, Margaret dan Pastor Brennan berusaha mencegah dan menggagalkan rencana gereja. Tapi mereka gagal. Margaret melahirkan dua bayi kembar perempuan dan laki-laki. Bayi laki-laki itu adalah sosok Antikristus yang lahir ke dunia dan diberi nama Damien.
Impression
For the record, The First Omen is supposed to be the prequel of the original The Omen (1976), I am not watching that.
Saya cukup terkejut saat tahu film ini bisa meloloskan beberapa scene menjijikkan dari sensor Indo yang kadang ga jelas. Bayangkan saja, gimana bisa scene tangan iblis yang muncul saat Margaret melihat seorang wanita melahirkan ini lolos sensor?
Belum lagi adegan operasi sesar yang mengerikan dan bisa membuat perut mual.
Sebagai film horror, saya bisa bilang kalau adegan jump scares di sini cukup jarang. Ketakutannya pun dibangun via suara dan objek-objek mirip setan di lokasi minim pencahayaan. Tetap bikin kaget tapi cukup safe buat penonton yang kagetan.
Yang meng-carry film ini jelas adalah Margaret yang diperankan secara paripurna oleh Nell Tiger Free. Ini mirip dimana Sydney Sweeney yang menjadi nyawa dari Immaculate (surprisingly tema keduanya hampir sama). Scene Margaret ketakutan di tengah protes itu sedap dan emosional sekali di mata.
Hal menarik lain adalah permainan kameranya. The First Omen menggunakan pandangan dari atas sehingga penonton bisa melihat Carlita dari perspektif biarawati. Saat anak-anak jatuh ke tanah, ada adegan Carlita dan Margaret yang ketakutan berdiri di tengah yang di-shoot dari atas. Ini membuatnya menjadi shot yang kuat dan keren secara keseluruhan.
Bagian lain yang patut disebutkan adalah fade-out setelah adegan klub. Dalam film, Margaret dibawa oleh rekan novisiatnya Luz ke klub dansa. Margaret berdansa dengan pria lokal bernama Paolo, namun tiba-tiba pingsan. Layar kemudian menjadi hitam gelap dan tetap seperti itu selama sekitar 10 detik. Ini itungannya lama, lho.
Kalau dari yang saya cari di internet (karena saya tidak nonton The Omen), konon katanya The First Omen cukup setia sama The Omen. Banyak adegan-adegan ikonik dari The Omen yang direplikasi lagi sebagai tribute ke The Omen. Misalnya, “The First Omen” menghidupkan kembali adegan “It’s all for you!” Di film tahun 1976, kita melihat pengasuh Damien menggantung dirinya dari atap. Ada lagi scene saat salah satu biarawati, Anjelica, membakar diri dan melompat dari balkon. Di awal film, adegan Pastor Harris tewas karena pipa logam yang jatuh dari atap juga konon ada di The Omen.
Oh satu lagi. Lagu Ave Satani (biasanya Ave Maria hey), ini benaran bikin merinding.
The First Omen bisa kamu tonton sekarang di Disney+.
Leave a Reply