Walaupun saya ini penggemar pop culture Jejepangan, ada beberapa karya yang saya tidak tahu dan tidak tertarik-tertarik amat untuk mencoba baca atau nonton. Salah satunya adalah Golden Kamuy.
Kenapa? simply karena ini bersetting di jaman dulu. Entah kenapa saya kurang tertarik sama cerita-cerita yang setting waktunya seperti ini.
Padahal, source material-nya sendiri terbilang sukses, lho. Selain populer, manga ini juga sudah menerima banyak penghargaan. Poster Asirpa aja pernah terpampang di British Museum. Gokil.
Makanya, saat live action-nya dirilis ke publik, apalagi akan dirilis di Netflix, banyak yang hype sama filmnya.
Saya pun jadi lumayan tertarik juga buat nonton setelah melihat pemerannya.
Sinopsis
MC kita adalah Saichi Sugimoto, seorang veteran Perang Russo-Jepang yang dijuluki “Sugimoto yang Abadi” karena ya ga mati-mati. Survival instinct-nya di luar nalar, padahal tanpa superpower (kayaknya).
Pasca perang, Sugimoto pergi ke Hokkaido dengan harapan mencari kekayaan untuk membantu cinta masa kecil janda sahabatnya.
Di tengah hutan bersalju Hokkaido, ia bertemu dengan seorang pria misterius yang menceritakan legenda tentang harta karun emas milik suku Ainu yang dicuri. Pencuri emas ini, yang kemudian tertangkap, membuat peta menuju lokasi harta karun dalam bentuk tato di tubuh beberapa narapidana sebelum melarikan diri bersama mereka.
Pertemuan Sugimoto dengan pria misterius ini berakhir tragis ketika pria tersebut tewas diserang beruang. Sugimoto menemukan bahwa pria itu adalah salah satu narapidana bertato, namun sebelum bisa mengumpulkan informasi lebih lanjut, ia juga diserang beruang. Di saat kritis inilah Asirpa, seorang gadis Ainu muda dan terampil, menyelamatkan nyawanya.
Sugimoto kemudian berbagi informasi tentang harta karun Ainu dan para narapidana bertato dengan Asirpa. Mengetahui hubungan harta ini dengan suku Ainu, Asirpa setuju untuk membantu Sugimoto dalam pencariannya. Sugimoto mau harta, Asirpa mau revenge. Win-win solution, harusnya.
Kenapa? Karena jelas bukan mereka berdua saja yang mengejar harta karun ini.
Berbagai faksi muncul dan bersaing mendapatkan segunung emas itu dengan berbagai cara. Di antaranya adalah sekelompok veteran Divisi Ketujuh yang dipimpin oleh Letnan Tsurumi, seorang komandan yang brilian namun tidak stabil mental akibat cedera otak di medan perang. Tsurumi dan pasukannya mengejar harta karun untuk mendanai rencana kudeta mereka.
Selain itu, pencuri emas asli yang mentato para narapidana ternyata masih hidup. Ia adalah Toshizo Hijikata, mantan Wakil Komandan Shinsengumi yang legendaris, yang kini mengejar harta karun untuk ambisi pribadinya.
Siapakah yang akhirnya mendapatkan “harta karun” suku Ainu itu? Tidak ada yang tahu (buat non-penonton anime dan pembaca manga) karena filmnya baru prolog wkwkw.
Impression
Salah satu aspek yang paling mencolok dari Golden Kamuy adalah pacing atau laju ceritanya.
Golden Kamuy sebenarnya dimulai dengan scene perang yang cukup epik, agak-agak mengingatkan saya sama Hacksaw Ridge. Sayangnya, pacing setelahnya berjalan dengan tempo yang cukup lambat. Pendekatan ini mungkin diambil untuk membangun background story karakter sehingga penonton bisa lebih peduli sama Sugimoto dan Asirpa. Namun buat saya, ini malah bikin ceritanya terlalu bertele-tele. Sorry.
Tapi di sisi lain, pacing seperti ini membuat Golden Kamuy menjadi lebihd dari cerita tentang perburuan harta karun. Ini adalah kisah tentang bertahan hidup, persahabatan, dan penemuan jati diri di tengah konflik sejarah dan budaya yang kompleks. Hubungan antara Sugimoto dan Asirpa serta karakter-karakter lain terbangun lebih baik as the story progresses.
Memasuki sepertiga akhir, untungnya tempo cerita menjadi lebih gegas. Scene-scene “random” yang saya kira ga penting-penting amat ternyata diperlukan.
Sinematografi dan efek visualnya juga bagus. Saya tidak tahu film ini dishooting dimana, entah di Hokkaido beneran atau tidak, tapi yang yang saya tahu adalah setting hutan bersaljunya indah tapi gloomy dan memberi kesan menakutkan.
Adegan-adegan aksinya pun lebih intens. Adengan berantem di atas kereta salju itu oke banget, lho.
Selain itu, scene pertarungan melawan beruang juga layak mendapat pujian. Ini agak-agak mengingatkan saya pada film The Revenant, intense dan realistis. Atau saat beruang keluar menyerang para prajurit sesaat setelah Sugimoto masuk ke sarangnya. Kamera diposisikan dari pov Sugimoto di dalam gua. Treatment yang sederhana tapi horrific.
CGI hewan-hewannya mulus, menyatu natural dengan setting tempatnya.
Kesimpulan
Secara keseluruhan, Golden Kamuy cocok kalau kamu termasuk orang-orang yang sudah familiar dengan source materialnya. Konon, antara live action ini dan komiknya itu plek ketiplek.
Sayangnya, ini bukan hal yang menarik buat saya. Satu-satunya alasan kenapa saya mau coba menonton Golden Kamuy adalah faktor keberadaan mba Anna Yamada wkwk. Setelah menjadi fresh grad di kantor pajak, di sini mba Anna menjadi gadis suku indigenous yang jago berburu dan meramu.
Dari info-info di internet, sih, peran mba Anna sebagai Asirpa di sini dikritik karena dia bukan suku Ainu asli. But it turns out, keputusan ini menurut saya tidak salah, kok.
Leave a Reply