Guillermo del Toro dalam sebuah tweet-nya pernah bilang kalau animasi (dan anime) itu bukan genre, tapi hanya sekadar medium. Animasi (dan anime) bukan ekslusif tontonan anak-anak dan tidak harus menjadi family friendly. Oleh karena itu cerita yang dibawakan bisa sangat beragam. Salah satunya adalah bidang medis dan kedokteran. Inilah yang membuat saya menonton anime Ameku M.D.: Doctor Detective.
Sinopsis singkat
Main character kita adalah Dr. Takao Ameku, seorang kepala Departemen Supervisi Patologi Diagnostik di Rumah Sakit Umum Ten’ikai. Dr. Takao ini jenius tapi eksentrik, dan a bit arrogant. Bersama asistennya yang masih resident, Yuu Takanashi (yang somehow dipanggil Kotori), duo ini menyelesaikan misteri-misteri kematian yang secara medis aneh dan tidak biasa.
Impression
Ameku M.D.: Doctor Detective menjadi anomali yang menyegarkan. Di tengah dominasi fantasi, shonen, dan romansa masa muda, anime ini hadir sebagai eksperimen genre yang jarang dieksplorasi: drama prosedural medis. Bayangkan drama Resident Playbook, tapi ditambah bumbu misteri dan whodunit di atas format anime.
Tema medical drama di sini bukan isapan jempol belaka, lho. Kasus-kasus medisnya memang unik dan terkesan absurd. Saya sampai harus bolak-balik buka Google dan ChatGPT untuk mencari tahu fenomenanya.
Beberapa yang menurut saya menarik adalah ini:
- Di episode 1 dan 2, kasusnya adalah seorang korban meninggal yang kakinya putus seperti dimakan monster dan yang lebih aneh, darahnya literally berwarna biru. Darah biru ternyata adalah fenomena methemoglobinemia, sebuah kondisi di mana darah memiliki kelebihan Methemoglobin, varian hemoglobin yang tidak bisa mengikat oksigen sehingga darah justru teroksidasi. Solusinya? Methylene blue, sejenis garam untuk membersihkan aquarium!
- Episode 7 mengeksplorasi Munchausen syndrome by proxy, di mana seorang ibu yang “terlalu” menyangi anaknya justru dengan sengaja memasukkan senyawa yang membuat anaknya sakit demi mendapatkan perhatian dan simpati. At first, saya kira ini adalah NPD atau Narcissistic Personaliy Disorder, tapi ternyata beda. NPD mencari superioritas sementara Munchausen mencari inferioritas (correct me if I am wrong).
- Episode 10, 11, dan 12 lebih unik lagi. Kasusnya adalah kematian di ruang tertutup, literally di ruang baca yang terkunci, tapi korban memiliki gejala kematian seperti tenggelam. Kok bisa? Fenomena ini bisa dijelaskan sebagai neurogenic pulmonary edema, yakni cairan mendadak memenuhi paru-paru pasien setelah mengalami cedera otak.
Saya tidak tahu sedekat apa kasus-kasus ini dengan realita. Tapi dari informasi yang saya temukan di internet, kejadiannya memang relatif jarang tapi bukan mustahil kejadian.
Di salah satu forum, saya bahkan membaca sebuah post dari tenaga kesehatan beneran yang memberi komentar soal Ameku M.D.: Doctor Detective. Isinya cukup menarik karena memang prosedural medisnya dibuat dekat dengan prosedur di dunia nyata. Contohnya, di situasi emergency, saat pasien dalam kondisi asystole (garis lurus di layar monitor), tenaga kesehatan tidak menggunakan defibrillators, tapi CPR, baru setelahnya menggunakan defibrillators. The complete opposite terjadi di banyak medical drama demi tujuan dramatisasi (again, I can be wrong, because I just googling and ChatGPT-ing here and there).

Walaupun begitu, penjelasan tentang kondisi medis disampaikan dengan gaya yang mudah dipahami tanpa merendahkan kecerdasan penonton. Anime ini membuat kita ingin membuka jurnal medis, bukan karena bingung, tapi karena tertarik.
A bit of social commentary
Okay, cerita anime Ameku M.D.: Doctor Detective memang bagus dan visual karakternya juga memanjakan mata. Tapi setelah dipikirkan lebih lagi, anime ini juga agaknya menyentil sistem sosial di Jepang sana (dan mungkin juga di sini lol).

Kita tahu kalau Dr. Takao adalah dokter yang walaupun eksentrik, dia memang jenius sejati. Tapi her brilliance means nothing kalau dia tidak punya priviledge sebagai keponakan kepala rumah sakit. Dan memang koneksi keluarga inilah yang memberinya ruang untuk bergerak semaunya, melampaui protokol dan hierarki.
Di dunia nyata, menjadi cemerlang saja tidak cukup. Dunia kedokteran, seperti banyak institusi lainnya, sangat ditentukan oleh struktur kekuasaan dan koneksi. Dia memang jenius tapi tanpa “royal blood” yang mengalir di nadinya, dia tidak bisa mengobati siapapun.
Saya jadi terpikir kalau sebenarnya Ameku M.D. ingin menyampaikan kritik secara halus: berapa banyak “Dr. Takao” lain di luar sana yang tak terlihat karena tidak punya nama belakang yang tepat?
Penutup
Agak mengejutkan Ameku M.D.: Doctor Detective tidak terlalu dibicarakan, setidaknya di circle dan timeline saya. Padahal, ceritanya menarik dan design karakternya juga memanjakan mata.
Meski begitu, daya tarik utamanya tetap pada karakter Dr. Takao yang eksentrik dan penuh warna. Dia memang membanggakan kejeniusannya, sehingga sering disalahartikan jadi arogan, tapi dia tidak pernah punya maksud untuk merendahkan orang lain. Kekurangan dia yang lain adalah obsesif, tidak sabaran, dan kadang kurang bisa berempati (kecuali di episode 8 dan 9).

Selain Dr. Takao, Takanashi (Kotori) si asisten, menjadi jangkar emosi dalam badai energi Ameku. Walau sering dibuat kewalahan, loyalitasnya tetap tinggi ke atasannya itu. Loyalitas ini sempat disalahartikan sama Konoike sebagai sesuatu yang romantis. Tapi sampai akhir episode, Kotori membuktikan kalau dedikasinya ke Dr. Takao adalah karena kekaguman dan rasa hormat yang tumbuh melalui setiap kasus yang mereka hadapi bersama. Gestur pelindungnya pada Ameku pun menambah kedalaman relasi mereka tanpa perlu diperjelas secara verbal.
Dari sisi visual, anime ini mencerminkan energi berlebih sang tokoh utama lewat warna-warna cerah dan animasi ekspresif. Ketika suasana berubah serius, misalnya saat pasien kritis, tone anime juga menyesuaikan dengan tepat, menjaga keselarasan emosional tanpa kehilangan identitasnya.
Yang mungkin menjadi kekuarangan adalah format animenya yang prosedural cenderung repetitif. Dr. Takao selalu menjadi tokoh yang menemukan jawaban, sementara karakter lain lebih banyak berfungsi sebagai pemicu momen “aha!”. Padahal di situ ada detektif polisi yang konon katanya pinter. Akan jadi lebih menarik kalau ada dinamika intelektual yang lebih kolaboratif dan bukan sekadar one woman show.

Tetapi semua itu tidak mengurangi kepuasan saat menonton Ameku M.D.: Doctor Detective. Ini adalah anime yang menghibur sekaligus bikin penasaran. Animenya tidak cuma mengangkat rasa ingin tahu sebagai kekuatan, namun juga mempertanyakan siapa rasa ingin tahunya boleh disuarakan.
Ameku M.D.: Doctor Detective bisa ditonton di Crunchyroll dan Netflix
Leave a Reply