Pemilihan presiden 2024/2029 sudah usai. Pertandingan yang mempertaruhkan nasib bangsa 5 tahun ke depan ini dimenangkan oleh pasangan Prabowo-Gibran dengan skor telak 58% sementara lawan-lawannya hanya mendapat suara 24% dan 16% respectively.
Kunci kemenangan ini, selain jogetan yang aduhai, adalah program makan siang gratis. Seriusan, program ini sungguhlah revolusioner dan brilian. Program ini bukan program yang muluk-muluk. Tujuannya “cuma” supaya anak-anak SD-SMA bisa belajar di sekolah dengan perut kenyang. Kalau perut kenyang, konsentrasi lebih terjaga dan kegiatan belajar mengajar pada akhirnya akan berlangsung lebih baik.
Berdasarkan pengalaman pribadi, konsep ini memang masing asing di sekolah-sekolah negeri di Indonesia. Saya pernah merasakan ini, tapi itu dulu banget waktu TK dan SMA, yang which is dikelola oleh swasta.
Efeknya di saya pun seperti yang diharapkan oleh Prabowo-Gibran. Kalau perut kenyang, saya jadi lebih bisa berkonsentrasi dalam belajar. Harapannya seperti itu. Apakah itu terjadi? Mostly yes. Tapi kadangkala malah jadi ngantuk dan ketiduran hehe.
Walaupun bagus, program ini definitely tidak sempurna. Kekhawatiran akan anggaran dan pendistribusiannya jelas nyata adanya. Tapi tenang. Tulisan ini tidak akan berisi muatan politis dan sok-sokan kritis. Yang mau saya coba utarakan betapa pentingnya program ini bagi stakeholder utamanya, yaitu anak-anak itu sendiri.
Inilah yang nampaknya coba diceritakan oleh Amarida Sensei, karakter utama dari film asal Jepang yang judulnya School Meals Time Graduation. Filmnya bisa kamu tonton gratis di Japan Film Festival 2024.
Plot Summary
Karakter utama kita adalah Amarida sensei. Dia ini adalah tipikal guru killer yang kamu jumpai di masa sekolah. Penampilannya necis. Potongan rambutnya pendek dan rapi. Sikapnya tegas dan kalau ngomong selalu pakai urat.
Image Amarida sensei itu hanya berubah saat jam makan siang. Di momen itu, tingkahnya berbanding terbalik 180 derajat. Amarida sensei jadi seperti anak kecil yang dapat hadiah! Dia bahkan lebih antusias melihat jadwal menu makan siang dibanding jadwal mata pelajaran ๐
Usut punya usut, ini dikarenakan masakan ibunya ga enak. So Amarida sensei kecil lebih menikmati makan makanan dari sekolah ketimbang masakan rumah.
Kecintaan Amarida sensei sama makan siang sekolah ini rupanya dimiliki juga sama muridnya, Kamino. Berbeda dengan Amarida sensei yang menikmati makanannya as is, Kamino ini tipikal yang doyan eksperimen. Dia gemar memodifikasi menu makanannya supaya lebih enak disantap. Mereka berdua pun jadi seperti rival, walaupun hanya Amarida sensei yang menganggap demikian ๐ .
Sayangnya, masa-masa indah ini akan segera berubah. Musim ujian sudah dekat which means Kamino dan anak-anak kelas 3 lain sudah tidak akan lagi bisa menikmati makan siang sekolah. Bukan cuma karena sebentar lagi mereka akan lulus, tapi juga karena dinas pendidikan disana memutuskan untuk mengubah menu makan siang sekolah.
Amarida sensei tidak suka dengan perubahan ini. Dia lalu menyusup ke meeting tertutup yang diadakan dinas pendidikan. Di sana, guru-guru akan mencicipi menu baru yang menurut Amarida sensei sangat meh. Bukan cuma karena rasanya tidak enak dan porsinya sedikit, namun spirit makan siangnya juga lenyap.
Jam makan siang seharusnya menjadi momen yang menyenangkan bagi anak-anak. Namun perubahan menu ini justru membuat suasana sekolah menjadi gloomy. Banyak murid yang menyisakan makanannya. Once menunya enak pun, porsinya pun terlalu sedikit untuk bisa dinikmati.
Kamino merasakan hal yang sama seperti Amarida sensei. Karena masih naif, dia naik taksi(?) ke kantor dinas pendidikan. Amarida sensei mengejarnya ke dinas pendidikan di sana mereka dihakimi habis-habisan sama orang-orang dinas.
Lalu apakah menu makan siang sekolah bisa kembali seperti dulu? Bisa, tapi Amarida sensei harus pindah ke sekolah di perfektur lain.
Si kepala dinas emang punya personal grudge sama kayaknya sama Amarida sensei.
Ulasan tipis-tipis
Harus saya akui kalau makanan ini seolah sudah menjadi genre tersendiri di industri hiburan Jepang. Yang sudah saya tonton itu seperti The Way of the Hot and Spicy, Midnight Dinner Road to Red Restaurant lists, dll.
Gaya penceritaannya pun mirip-mirip. Si karakter akan mendeskripsikan betapa enaknya makanan (dan informasi-informasi trivial lain) di hadapannya dengan cara-cara super lebay dan komikal.
Bedanya, Amarida sensei sebagai karakter utama kita ini seolah menjadi Marc Spector/Moon Knight, punya kepribadian ganda. Dia bisa berubah dari mode cuek dan dingin ke mode antusias dan riang gembira secepat jentikan jari, atau mungkin secepat bunyi bel makan siang kalau di konteks film ini.
Di sini juga sebenarnya ada sedikit bumbu romansa antara Amarida sensei dan Munekata sensei. Sayangnya ini sangat sedikit porsinya sampai tidak terasa penting dan sebaiknya di-cut saja.
Personal grudge antara kepala dinas pendidikan dan Amarida sensei pun tidak digarap dengan baik. Cuma ada sedikit penjelasan dari monolog Amarida sensei yang menjelaskan hal ini. Curiganya saya, ini karena School Meals Time Graduation sendiri adalah lanjutan cerita dari series Oishii Kyushoku/School Meals Time yang ditayangkan dari 2019-2023. Jadi detail-detail di atas mungkin saja diceritakan lebih jauh di sana.
But, since saya belum menonton serialnya, opini tadi hanyalah dugaan saya saja. Feel free to correct me kalau kamu sudah nonton serialnya ya.
Kita kembali ke makan siang gratis. Dari School Meals Time Graduation menunjukkan kalau makan siang bukan cuma perkara makanan dan gizinya. Lebih daripada itu, yang perlu mendapat perhatian adalah soal spirit dan pengalamannya.
Rata-rata murid menghabiskan setengah waktu hidupnya di sekolah. Dus, sudah seharusnya anak-anak itu memperoleh tidak cuma makanan yang bergizi, tapi juga momen-momen menyenangkan selama menyantap makanan tersebut.
Tim Prabowo-Gibran kayaknya perlu menonton film ini di rapat kabinet nanti.
Leave a Reply