Menjadi pundit ulung

Arsenal dan ketidakpastian memang ibarat dua sisi mata uang. Kedunya satu kasatuan yang tidak bisa dipisahkan. Ini karena performa Arsenal yang mirip lempar koin. Kamu ga bakal tahu tipe Arsenal mana yang timbul ke permukaan: team yang menghajar Real Madrid dua leg tanpa balas atau team yang cuma bisa imbang lawan juru kunci klasemen.

Tapi setelah membaca buku Superforcasting karya Philip Tetlock dan Dan Gardner, saya rasa Arsenal bisa jadi live experiment yang bagus buat belajar meramal ketidakpastian.

Kenapa pundit sering salah

Saya suka mendegarkan podcast yang membahas sepakbola, terutama sembari workout. Jadi saya cukup tahu kalau hasil prediksi para pundit sepakbola itu seringkali salah (some even bikin prediksi yang vague biar cari aman). Padahal, pundit ini definisinya dekat banget sama pakar/expert. Tapi kok sering salah prediksinya?

Contohnya di leg kedua Liga Champions saat Arsenal bertemu Real Madrid. Setelah Arsenal menang 3–0 lawan Real Madrid di kandang dalam leg pertama perempat final Liga Champions 2024/2025, banyak pundit yang masih menjagokan Real Madrid buat lolos ke babak selanjutnya.

Komentarnya pun gitu-gitu aja:

“Madrid itu punya DNA Liga Champions. Comeback 4–0 mah bukan mustahil.”

DNA? Maksudnya apa? Bakat alami? Kutukan? Atau sekadar branding doang?

Kalau kita lihat performa Madrid di La Liga akhir-akhir ini, ya mereka bukan dewa bola juga. Sebelum tanding lawan Arsenal, team ini bahkan cuma menang tipis lawan Alaves. Di sini, jelas Real Madrid main shaky di tandang. Kartu merah yang didapat oleh Mbappe sedikit banyak memperlihatkan frustrasi para pemain. Tapi tetap aja, pundit lebih percaya “sejarah” daripada realita.

Kenapa begitu? I think karena mereka terjebak apa yang namanya cognitive bias:

  • Bias konfirmasi: Fokus cari bukti yang cocok sama narasi “Madrid selalu comeback”.
  • Overconfidence bias: Terlalu percaya diri sama prediksi sendiri tanpa mempertimbangkan kemungkinan lain.
  • Anchoring bias: Terlalu percaya satu fakta dan meng-ignore data terbaru.

Intinya, banyak pundit yang menilai pakai vibes, bukan data.

Tidak mem-Fermi-zing masalah

Di buku Superforcasting, pundit (in football, finance, or at whatever industry it is) keep making bad prediction karena mereka tidak dituntut supaya akurat. Mereka dituntut supaya menarik.

That’s why pundit yang kita lihat di media ya pundit yang punya strong personality, pure entertainer, walaupun nanti prediksinya ngawur. Pundit macam begini lah yang bakal bilang “Madrid pasti bisa comeback”, tanpa analisa lebih jauh. Tanpa mem-fermi-zing masalahnya.

Apa itu fermi?

Ini adalah metode memecah masalah besar jadi potongan-potongan kecil supaya lebih masuk akal.

Contoh:

  • Seberapa sering tim bisa balik dari kalah 3–0 di leg pertama?
  • Gimana performa Madrid di laga tandang musim ini?
  • Berapa persen kemungkinan Arsenal bermain low block?
  • Apakah Madrid punya kekuatan serangan yang cukup dalam formasi saat ini?

Tapi apa yang pundit lakukan? Mereka tidak mengurai masalah.

Mereka ambil shortcut: “Madrid is Madrid. Ini team punya mental juara”. That’s it.

Arsenal dan probabilitas

Ok. Enough soal Real Madrid. Kita geser ke Arsenal.

Sejujurnya, team ini sendiri udah kayak anomali dalam dunia sepak bola.

Mereka bisa main luar biasa solid. Permutasi posisi antar pemain bagus. Sering bermain terbuka dan mengontrol permainan, tapi juga tidak kagok kalau diajak main bertahan. Masalahnya, team ini punya hobi membuang-buang kemenangan di depan mata. Ini terlihat dari 13 kali hasil imbang di musim kompetisi 2024/2025.

Arsenal bisa bermain sangat menawan lawan team besar tapi kesulitan saat menghadapi team di zona degradasi. Buat superforecaster, berbicara soal Arsenal bukan soal “pasti menang” atau “pasti kalah,” tapi soal persentase peluang. Harus siap revisi terus tiap pertandingan, sesuai kondisi terkini.

Pundit (dan kita juga) mesti mengerti kalau dunia ini tidak pasti. Yang penting: proses berpikirnya benar, bukan hasilnya selalu benar (tapi tentu harus mayoritas benar lah).

Verdict

Buku Superforecasting mengajarkan kita kalau pundit terbaik itu bukan yang paling ramai di TV atau yang paling karismatik.

Pundit terbaik adalah yang analisanya konsisten tepat, dan ini cuma bisa dicapai kalau proses berpikirnya benar seperti:

  • Thinking in probabilities (sudah pernah dibahas di post ini)
  • Regularly updating beliefs (tidak cuma berpatokan sama sejarah)
  • Bias awareness (menurunkan ego dan overconfidence)
  • Keeping decision logs (You can’t improve what you don’t measure tho)
  • Separating noise and signals (understand some data points are just a fluke)

Mungkin sudah saatnya pundit berubah. Kurangin alasan soal “DNA”, dan banyakin riset soal performa aktual.

Atau, kalau kamu fans Arsenal kayak saya, ya enjoy the moment while it last.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *